Selasa, 01 Desember 2009

DILUAR ABU ABU


DILUAR ABU-ABU…….

Keadaan yang terjadi dalam lingkungan Sepiritual tidaklah sama baik letak, suasana, bentuk bangunan, pengurus, maupun aura yang ada di masing masing tempat tersebut.

Tetapi lain dari sepuluh tempat yang Penulis dikunjungi, sembilan ada kesamaan satu yang berbeda. Umumnya tempat Sepiritual dari segi lingkungan tertata dengan rapi karena ada yang menata, bahkan ada suatu tempat Klenteng untuk menata dan menjaga kebersihan harus memebayar orang untuk melakukannya. Ada juga yang terpaksa melakukan hal tersebut karena tuntutan dari orang sekitarnya karena tugas yang telah tertuju kepadanya. Sang Guru Spiritual atau Ketua atau orang yang dituakan biasanya memberikan suatu Pengarahan atau wejangan bagi para pengurus maupun orang-orang yang sering hadir ataupun penyungsung tentang Agama, Rohani dll sambil duduk bersila dan terdiam sambil disediakan kopi, makanan ringan dll dengan harapan sang Guru bisa memberikan suatu berkah kepadanya.

LAIN DARI YANG LAIN

Pura Ibu Majapahit Jimbaran Penulis banyak berpikir dan melihat sesuatu yang berbeda baik dari segi letak, suasana, orang yang ada didalamnya yang setiap waktu ada (bukan pengurus), maupun aura yang ada dilingkungannya. UNIK itu yang bisa digambarkan pertama kali,

Letak dari pada Pura Ibu Majapahit berada di atas Bukit yang dikelilingi laut dan tempat melinggihnya Ibu Siwa Parwati Tangan Seribu atau Dewi Kwan Im Tangan Seribu tersebut berada dalam kawasan Perumahan Puri Gading Jimbaran. Ternyata pada waktu memilih tempat tersebut penuh dengan DELEMA dan DRAMATIS karena sebelumnya Pengelingsir Pura HYANG SURYO diundang dari Trowulan untuk menempati tempat di GWK ternyata setelah beberapa lama tinggal disana beserta Pretima, Senjata peninggalan Kerajaan Majapahit beliau di USIR karena GWK telah berganti investor baru yang kurang percaya dengan adanya Leluhur. Dalam jangka waktu tiga hari semenjak surat penyapaiyan untuk pindah datang, beliau harus angkat kaki dari tempat itu. Yang dirasakan saat itu hanyalah kekecewaan yang timbul dari Penyungsung dan Hyang Suryo Berkata “SIAP MENOLONG SIAP DIPENTUNG” kita tidak boleh marah dan menyalahkan apapun yang sudah kita diperbuat untuk kebaikan kita harus IKLAS meskipun pahit terasa ujar Hyang Suryo yang bergelar SRI WILATIKTA XI. Setelah itu beliau melihat lihat tempat untuk bisa melinggihkan Leluhur baik Pretima, Senjata dll di kawasan Perumahan Puri Gading. Dalam perjalannya Beliau bertemu seorang Ibu Tua yang melambaikan tangan sembari berkata “Ibu di sini tinggal di meru (pagoda) tumpang sebelas” maka terwujudlah Candi, Klenteng Serta Pendopo pendopo yang sangat mistis dari segi aura dan terasa seperti jaman tempo dulu bentuk semua bangunannya.

BUDAYA NGAYAH (bersambung....) Uneg-uneg "Komang Edi

WARNING LELUHUR MAJAPAHIT


PURA MAJAPAHIT PUSAT TROWULAN 14 JULI 2001 : Hari itu Ulang Tahun Leluhur Putri Majapahit Siwa Parwati / Dewi Kwan Im Tangan Seribu, sejak pagi Trowulan sudah dipenuhi Pengunjung berbaju MERAH Brahma atau Warna Klenteng, Memang untuk pertama kalinya Barongsai yang sejak 1965 dilarang, Kini generasi masa kini yang hanya tahu dalam gambar dan berita TV di Trowulan baru juga untuk melihat pertamakalinya, Dibawah Pimpinan Pinisepuh Konghucu Hindra Sapoetra dan Suhu Tjia Kiem Hien HUMAS Majelis Konghucu, dan para umat Konghucu membawa Barongsai Kuna asli dari China yang sudah nganggur hampir 50 tahun dimainkan di Pura Majapahit Pusat yang memiliki Pagoda Cin Kwan Si Stana Jien So Jien Yen Kwan Se Yin Pu Sa, Juga terjadi keajaiban Mr. Yongki dari Canci Trowulan Malang tanpa sengaja pun datang [berdasarkan Pawisik Gaib] bahkan ikut mendokumentasi Upacara. Disinilah terjadi Kerauhan Leluhur yang bahasa China memang sulit diartikan karena tidak ada yang bisa bahasa China, sedang yang bahasa Bali / Jawa Kuna demikian bunginya [direkam] "De Enyeh, Meme dini jani, di Meru, di Padmesane Bethara Pitulas Bhatara Turun kabeh, Kengken Iye Nguwuke Meme kel Munggel, Nyen Sing Demen Meme kel Nguwuke, Ne Meme Gangga Rabin Pasopati, Jegeg Meme dijagate yen Ngerwede Merupa Bhatari Mecaling Jagad, Uwuk Gumine,..." Semua keheranan atas kata kata ini, bahkan Rombongan Bali yang hadir puluhan Bis juga ikut heran, ada apa ini ? dimana ada disebutkan "Bagaimana Dia Merusak Ibu akan menggagalkan" padahal tidak ada masalah selama ini. Jadi ada Warning Leluhur mungkin sudah ada Orang yang merencanankan Perusakan Pura, waktu itu awal 2000 sudah 2 tahun berlalu memang ada Perusakan Rumah Orang Bali yaitu Kolonel AU. Agung Poerbodjagad dimana Padmasana nya dibakar dan dihancurkan belakangan dibekas Padma dibangun Masjid. Akhir 2000 memang Gereja Gerja di Mojokerto di Bom, Tapi Pura Majapahit yang tempat Leluhur dan Kuburan Kuburan Sarean Leluhur tidak ada masalah karena bukan Agama yang memang untuk Perang seperti Kristen dan Islam yang perang terus saling menyalahkan seperti di Palestina dan Israel, Hindu di India yang juga Perang dengan Islam Pakistan, hingga Pak Agung yang Hindu pun dihancurkan Islam kena imbas di India yang agama Hindu membakar Masjid Ayodia milik agama islam, Majapahit tidak pernah cari Musuh karena Pemujaan Leluhur dan malah merukunkan semua Agama yang dianut Orang Trah MONGOLOID yang satu Turunan dan Leluhur sama yaitu trah Asia bukan Arab yang perang dengan Israel, serta sudah Terkenal dari Zaman Dahulu Majapahit Pwemersatu dengan Pancasila nya yang 500 tahun yang lalu juga di Tumpas Islam, dan kini merdeka 1945 Pancasila dasar Negara yang digali Bung Karno, tapi 1965-1966 kembali di Tumpas Islam dan jutaan Orang yang bukan Islam dibunuh di cap Komunis yang Tidak Ber Tuhan atau dituduh G 30 S PKI dimana sudah umum dan diberitakan TV kalau itu Politik unutk menjatuhkan Bung Karno yang sangat dicintai Rakyat dan kuat, jadi untuk menjatuhkan Orang terkuat di Dunia bahkan Pemersatu Asia Afrika dan Amerika ini harus Rakyat dan Pengikutnya di Tupas habis sampai Akar-Akarnya [bayi nya] 1965-1966 berhasil itu Penumpasan, 1967 Bung Karno dengan mudah dijatuhkan dan di Tahan serta Tewas masih dalam setatus Tahanan Republik Indonesia yang didirikannya. Kemudian Kekuatan Islam mendomonasi sampai kepedesaan hingga Reformasi dan Presiden Gus Dur yang memimpin Islam Terbesar di Indonesia sudah Minta maaf atas Peristiwa Pembunuhan besar besaran terhadap Komunis, serta membebaskan Budaya China hingga Barongsai bisa tampil kembali di Pura Majapahit Pusat trowulan untuk melengkapi Adat Uacara Leluhur dimanan Uang China adalah Saran Upacara Sesaji di Majapahit dengan bukti yang bisa dilihat di Bali, Jadi tidak ada Masalah untuk Upacara Leluhur, seperti Keraton Solo, Jogja, Cirebon dan Desa Desa juga sudah mulai menghidupkan Budaya masing masing meniru Bali yang diakui Dunia. Jadi memeng Kerauhan atau Warning Meme Gangga Leluhur Tertinggi Ibu yang juga manivestasi Siwa Parwati yang di China Dewi Kwan Im Tangan Seribu Leluhur Trah Mongoloid juga Fosil di Solo sama sebangun dengan Fosil di China [Beijing] jadi leluhur tidak ada kaitan dengan Agama yang baru lahir seperti Jesus Kristiani 2000 tahun yang lalu dengan tahun Masehi nya dan Islam 1400 tahun yang lalu kemudian menumpas Seniornya Jesus hingga tumpas dan Gereja gereja Megah dirubah jadi Masjid, India pun tak luput Penumpasan Islam seperti Taj Mahal Kulil Siwa juga dirubah Makam Harem syah Jihan Islam, dimana Relief dan Patung Dewa Hindu dihancurkan diganti Kaligrafi ayat Quran, Menyusul Majapahit pun tak luput Penumpasan 1478 M Kerajaan Pusat Trowulan yang hanya simbol Pemersatu dan Raja Brawijaya sudah Tua malah dihancurkan dan rakyatnya harus masuk Islam agama Rasul yang suci, Candi Leluhur dihancurkan dan buku buku Budha dibakar yang tidak mau masuk Islam lari ke Gunung dan Bali ini sejarah jadi Islam diciptakan untuk perang Menumpas Agama sebelumnya, ini bukti nyata bisa dilihat sampai detik ini Kekerasan, nge BOM dll, hingga Bukti Autentuk nya 30 September 2001 karena Hindu Pak Agung Sudah Hancur, Gereja Gereja pun di Bom maka tinggal Pura Leluhur majapahit yang bukan Islam, padahal banyak umat Islam yang ber Leluhur Majapahit menjadi sasaran dengan Datangnya Camat yang baru menjabat, bukan berkenalan dengan Majapahit tapi malah Mgotak ngatik Ijin Pura, dan malah memanggil untuk menjelaskan Pura Majapahit mungkin Camat nya hanya belajar sejarah Arab jadi butuh penjelasan tentang Majapahit, Ketua Pura Majapahait Pusat Hyang Suryo yang juga Raja Abhiseka Majapahit dengan nama Sri Wilatikta Brahmaraja XI kali ini harus mengalah datang ke Kantor Camat untuk di Sidang tentang Acara Adat nya yang menyimpang dengan Islam, bahkan di Tuduh Menghindukan Orang. Ya terpaksa diberi Penjelasan kalau Tempat leluhur. Tapi bukan Rahasaia lagi Panggilan hanyalah bukan untuk penjelasan sejak dahulu sampai kini Banyak Ketua / Pinisepuh / Pimpinan Sebuah Kepercayaan Budaya [Tv menyiarkan sampai bosan] pasti dipanggil dan disidang Hukum Arab, lha Hancurlah mereka contoh Kepercayaan : Siti Jenar, Injil Taurat dan Jabur, Saptodarmo jogja, Dayak Hindu Buda dll dst dsb semuanya diberitakan TV juga Perusakan Kampus Kristen, Achmadiah yang ngetren belakangan. Jadi inilah Warning Leluhur terbukti setelah mengalami Serbuan yang gagal, ngebom yang disambar Petir, 16 November 2001 Camat membuat Papan Pengumuman 'Menutup Bangunan, melarang Ritual dan kegiatan dalam bentuk apapun' hingga kalau ada tamu Imam Karyono dan Team nya menyeret Orang yang dari dalam Pura Majapahit sampai September 2009 pun Rombongan Tamu dari Sukawati Bali pun tidak boleh masuk Pura / Puro / Griyo / Dalem Hyang Suryo oleh yang namanya 'BENO" menurut Penduduk orang ini Informan Polisi jadi Penjaga Pura Mas Andre tidak berani / ketakutan karena buta hukum tidak ngerti Trowulan ada Polsek nya dan Tamu kan bisa minta tolong kepolisian untuk dikawal kan Trowulan daerah Wisata, Jadi tetap saja tamu Bali ke Pura Majapahit diancam dianggap orang buta hukum. Padahal Mentri Hukum dan Ham atas perintah Presiden SBY mau memberantas MARKUS [makelar kasus] jadi inilah tentang Warning Leluhur yang setelah Pura Majapahit Trowulan di tutup lalu pindah diundang ke Bali agar Leluhur tetpa bisa di Upacarai, dan Winu Airlangga sudah menlinggih di GWK kebetulan Beliau di Patungkan sebagai GWK, dan Ibu di Pura Ibu Puri Gading Jimbaran. {Komang Edi}